Aku dan Mangrove, Sebuah Cinta Baru Terlahir
Satu lagi.
Aksi hijauku di tahun ini.
Biologist In Action (BIA). Salah satu program kerja di UKM (Unit Kegiatan Mahasiswa) yang sedang aku geluti, UPI (Unit Penelitian Ilmiah). Sekitar 1 hari yg lalu acara kami ini terlaksana di Desa Motean Kampung Laut Cilacap, Jawa Tengah. Akhirnya... :)
Begitu banyak cerita di balik aksi penanaman mangrove ini. Dimulai terperosok dalam lumpur hingga setengah badan, salah satunya aku. Ada juga yang kehilangan sepatu ketika dia berkutat dengan lumpur-lumpur. Lempar melempar bibit Mangrove layaknya atlet lempar lembing. Menghilangkan dahaga dengan air kelapa yang masih fresh dari pohonnya (Unfortunetly, aku nggak kebagian, huhu..).
Hingga aku mengobrol dengan salah satu warga yang rupanya masih bisa disebut anak-anak. Ada cerita memilukan disini. Mungkin cerita seperti ini sudah bukan dikatakan tabu di Indonesia. Mengingat negara kita masih cukup terbelakang. Anak kecil bertopi ini tak sedikit pun memancarkan kesedihan ketika kami melakukan aksi penanaman mangrove. Dibalik tingkah polosnya, ternyata dia salah satu korban pemasungan hak mendapatkan pendidikan. Anak kecil ini tidak pernah menamatkan sekolah dasarnya, dia hanya duduk hingga kelas 5 SD. Miris sekali aku mendengarnya. Kita masih beruntung bisa merasakan bangku perkuliahan, kawan. Patut bersyukurlah kita. Aku hanya berharap, semoga bukan saja tangan-tangan peduli alam yang datang ke daerah ini. Tapi tangan-tangan yang peduli pendidikan anak :)
Aksi hijauku di tahun ini.
Biologist In Action (BIA). Salah satu program kerja di UKM (Unit Kegiatan Mahasiswa) yang sedang aku geluti, UPI (Unit Penelitian Ilmiah). Sekitar 1 hari yg lalu acara kami ini terlaksana di Desa Motean Kampung Laut Cilacap, Jawa Tengah. Akhirnya... :)
Tepatnya tanggal 03 Juni 2012. Kami berangkat dari Purwokerto sekitar jam 06.30 WIB menuju Cilacap. Dua jam perjalanan kami lewati sampai akhirnya kami menembus ombak Pantai Selatan Jawa selama 2 jam. Amazing... Hhmm, sejenak mengingatkan Pengalaman seru di Karimunjawa.
Bak penerima tamu kepresidenan. Jajaran mangrove menyabut kami pada setengah perjalanan menuju spot yang kami tuju. Yup, ini adalah pengalaman pertama aku melihat mangrove secara langsung.
Asli Jepretanku Ketika Perjalanan :) |
Berita-berita miring mengenai hutan mangrove sudah bukan barang baru bagi kita. Khususnya, hutan Mangrove di Kampung Laut Cilacap. Pohon-pohon Mangrove yang kini lihat ternyata tak sebesar seperti pendahulunya. Sebuah keprihatinan yang patut kita rasakan.
Seandainya pohon-pohon mangrove disana bisa berbicara, mungkin dia akan berbicara seperti ini: Aku ikut menyumbang oksigen untuk kalian, menahan serangan alam yang sewaktu-waktu bisa saja terjadi, menjadi habitat nyaman bagi yang memerlukan dan masih banyak lagi peran aku di bumi. Karena itu aku hadir dan tercipta untuk kalian. Sebuah rasa keprihatinan tidak cukup untuk mengobati kami. Kami butuh tindakan konkrit untuk menyembuhkan kami dari keterpurukan.
And, This's it.
And, This's it.
Calm down my sweety mangrove, We're here for you. We love you're so much
Setelah menapaki pemukimam Kampung Laut yang cukup menguras tenaga dan membakar kulit. Kami disambut ramah oleh salah satu warga yang merupakan teman dari dosen kami. Waktu istirahat dan menyantap makan siang pun dimulai. Sebuah stock energi untuk memulai aksi kami nanti. Hhmm... Tak terasa, matahari sudah beranjak di ubun-ubun. Sudah saatnya kita beraksi kawan. Sekitar 200 meter dari persinggahan sebentar ini, kami lanjutkan menuju spot yang kami nantikan.
Dan woowww, bibit-bibit mangrove sudah menyapa kami. Mereka menunggu kedatangan tangan-tangan dingin peduli alam, khususnya peduli mangrove. Tak hanya itu, warga-warga sekitar yang peduli mangrove pun tak kalah siap dengan kami. Dibawah bimbingan dosen kami, beberapa warga sekitar dan juga kaka-kakak senior kami, bibit mangrove pun bisa kami pertemukan dengan bumi. Alias ditanam. Yuhuuu menanam bibit mangrove. Lalalallalaalalalalaaa.... ssyuuuubiiidduuudududdu....
Hingga aku mengobrol dengan salah satu warga yang rupanya masih bisa disebut anak-anak. Ada cerita memilukan disini. Mungkin cerita seperti ini sudah bukan dikatakan tabu di Indonesia. Mengingat negara kita masih cukup terbelakang. Anak kecil bertopi ini tak sedikit pun memancarkan kesedihan ketika kami melakukan aksi penanaman mangrove. Dibalik tingkah polosnya, ternyata dia salah satu korban pemasungan hak mendapatkan pendidikan. Anak kecil ini tidak pernah menamatkan sekolah dasarnya, dia hanya duduk hingga kelas 5 SD. Miris sekali aku mendengarnya. Kita masih beruntung bisa merasakan bangku perkuliahan, kawan. Patut bersyukurlah kita. Aku hanya berharap, semoga bukan saja tangan-tangan peduli alam yang datang ke daerah ini. Tapi tangan-tangan yang peduli pendidikan anak :)
Begitu banyak cerita di tempat ini. Senang sedih bercampur menjadi satu. Ada banyak pula pesan dan kesan yang bisa kita bawa setelah meninggalkan daratan selatan Pulau Jawa ini.
Kesan pertama. Aku senang bisa ikut turun tangan langsung meghijaukan bumi, meskipun bermandikan lumpur. Kotor itu baik, mungkin itu slogan yang cocok untuk saat ini.
Kesan kedua. Ada benih Mangrove yang kulihat. Namun ada pula benih cinta Mangorve yang kurasa. I Love Mangrove !!
Kesan ketiga. Tak sabar rasanya melakukan konservasi alam berikutnya. Entah kapan, apa dan dimana melakukan konservasi itu masih menjadi tanda tanya. Namun, jiwa konservasiku bukan lagi sebuah tanda tanya. Insyaallah..
Komentar
Posting Komentar