Mungkin Sebuah Balada
Shira : "Rasanya aku tak pantas buat kamu." Harry : "Aku benci dengan kata-kata itu. Rasanya aku seperti lakon dalam sebuah novel dan sinetron. Jangan ucapkan itu lagi." Lelaki berpakain batik itu berdiri dari duduknya. "Entah apa yang ada di pikiran kamu skg. Bisa-bisanya kamu ucapkan itu ke aku." Shira : " Aku bukan primadona kampus. Bukan juga kembang desa dengan unsur kefeminiman. Aku bukanlah perempuan populer dengan keelokkan intelegensi. Dan aku bukanlah putri seorang konglomerat bermandikan kemewahan dan kegemerlapan. " Jarum jam memang tak berhenti di kedua jam tangan mereka. Tapi, mereka sejenak berhenti di sudut keheningan. Pikiran mereka saling berkecamuk. Harry : "Kurasa kamu terpojok dengan segala gunjingan yang akan menimpa kita kelak. Kamu terlalu berpikiran jauh. Toh, pada dasarnya kitalah yang akan menjalani hubungan ini, bukan mereka. Anggaplah guncingan mereka adalah warna warni hubungan kita. Warna